Kamis, 31 Oktober 2013

ENGINE INSTRUMENT 1



Engine Instrument adalah instrument yang dirancang untuk mengukur parameter operasi pada engine pesawat. Biasanya digunakan untuk mengukur kuantitas, tekanan, dan indikasi suhu. Dalam instrument ini juga termasuk instrument untuk mengukur kecepatan engine. Engine Instrument yang paling umum adalah Fuel and Oli Quantity, Pressure Gauges, Tachometers, dan Temperature Gauges. Engine Instrument sering ditampilkan atau diletakkan di tengah kokpit sehingga mudah terlihat oleh pilot dan co-pilot. Engine Instrument akan dibahas secara unik melihat dari dua perbedaan utama pada engine pesawat yang menggunakan sistem Liquid Cooled dan Air Cooled, dan pesawat yang dilengkapi dengan Fixed Pitch Propeller dan Constant Speed Propeller. Satu perbedaan lain yang akan dibahas yaitu antara sebuah pesawat dengan turbo supercharged dan supercharger.



Engine Instrument pada Engine Pesawat dengan Sistem Liquid Cooled dengan Air Cooled
Engine pada P-40 -atau dikenal dengan The Curtiss P-40 Warhawk adalah pesawat Amerika yang berengine tunggal, satu kursi, semua logam tempur Amerika dan pesawat serangan darat yang pertama terbang pada tahun 1938- menggunakan sistem liquid cooler dan sebagai namanya berarti engine akan didinginkan dengan cara yang sama seperti setiap hari mobil modern akan didinginkan. Engine ini dikelilingi oleh jaket pendingin yang bersikulasi mengelilingi disekitar engine yang menarik keluar panas. Pendingin tersebut kemudian disalurkan melalui radiator yang mendinginkan pendingin dan beredar berulangkali disekitar engine. Dengan menyesuaikan posisi pembukaan pintu radiator maka dapat mengatur jumlah pendinginan yang diberikan kepada engine. Big Nose Inlet itu yang memberikan P-40 terlihat khas, seperti pendingin radiator. Jika melihat bagian bawah pesawat, tepat di depan sayap leading edge, maka akan melihat pintu yang memungkinkan beroperasi membuka atau menutup untuk mengatur pendingin engine. Pada Engine P-51 maka pintu radiator akan terlihat pada bagian bawah pesawat yang memanjang dari trailing edge pada sayap. Engine Instrument yang digunakan untuk memonitor suhu engine terutama pada sistem pendinginan adalah Temperature Gauge. Oil Temperature, untuk tingkat yang lebih rendah, dapat juga digunakan untuk memonitor suhu engine.

 
Gambar 1. Engine pada P-40

Pada engine dengan sistem air cooled, P-47 misalnya, engine akan didinginkan oleh udara yang melewati di sekitar baling-baling pada setiap silinder. Dengan membuka dan menutup cowl flaps, yang berupa cincin merupakan pintu kecil yang mengelilingi bagian belakang dari engine cowling/penutup berupa kubah/seperti kerudung, yang mengatur jumlah udara yang melalui engine cowling sehingga dapat mengatur pendinginan engine. Sistem ini sangat sederhana namun sangat efektif. Engine instrument yang digunakan untuk memonitor suhu engine dengan sistem air cooled terutama pada cylinder head temperature (CHT) adalah Oil Temperature. Minyak dalam engine dengan sistem air cooled biasanya diukur dalam satuan galon bukan liter. Selain sebagai penambah pelumas mesin, minyak menarik keluar banyak panas engine dan mendinginkan engine dengan melewatkan minyak dari radiator


Gambar 2. Engine pada P-51

 


Gambar 3. Engine pada P-47

Ketika membandingkan dua sistem pendinginan yang berbeda, beberapa keuntungan dan kerugian menjadi terlihat. Dalam engine liquid cooled, perlu dipertimbangkan jumlah pipa dan perangkat keras, yang menambah berat tambahan. Juga mempertimbangkan apa bentuk engine seperti sebuah peluru dapat melakukan sistem pendinginan pada pesawat dengan engine yang menggunakan liquid cooled. Biasanya pesawat itu memiliki lebih sedikit area frontal yang menciptakan gaya drag berkurang. P-40 menjadi pengecualian hal tersebut dengan memiliki radiator besar yang terletak di bawah engine. Namun, jika dibandingkan secara pasti pada area frontal P-47 dan P-51 maka akan terlihat perbedaannya.

5.3.      Engine Instrument pada Engine Pesawat dengan Fixed Pitch Propeller dan Constant Speed Propeller
Pertama-tama Anda harus memahami bahwa Propeller adalah airfoil, seperti sayap adalah airfoil, dan patuh pada prinsip-prinsip aerodinamika yang sama dari setiap airfoil. Setiap Propeller Blade memiliki twist/pelintir dan thickness/ketebalan yang berubah dari akar/ujung bawah blade ke ujung atas blade. Karena blade berputar, kecepatan rotasi akan berbeda sepanjang lamanya blade berputar, dan twist dan thickness dirancang untuk memberikan gaya dorong yang merata dari blade-blade Propeller.
Twist pada blade disebut sebagai angle of attach atau pitch. Dalam bentuk yang paling sederhana, ketika fixed pitch propeller terpasang ke engine, pitch blade ini dirancang untuk memungkinkan engine mencapai kecepatan referensi hingga rpm maksimum. Saat take-off, ketika throttle dibuka, engine akan mengalami percepatan hingga garis merah seperti yang ditunjukkan pada tachometer, hal itu menghasilkan the rate horse power. Saat climb terjadi akan terlihat rpm menurun seperti terlihat ketika propeller mendorong pesawat menuju ke atas. Hal ini dapat diamati seperti saat sebuah mobil mulai mendaki bukit.
Pesawat dengan engine fixed pitch propeller akan mulai mengalami percepatan kembali hingga garis merah setelah menyelesaikan climb dan leveling off, sama seperti mobil yang akan melaju dengan cepat di jalan datar setelah mendaki bukit tersebut. Pada kondisi ini throttle akan ditarik kembali untuk men-stabilkann engine apapun dengan rpm yang cocok untuk penerbangan, throttle memiliki kontrol dari rpm engine. Saat menurunkan posisi nose/hidung pesawat akan menyebabkan rpm engine meningkat, karena ini terjadi di mobil saat menurun, untuk menjaga engine tidak melebihi garis merah maka throttle harus ditarik kembali. Untuk menjumlahkan semuanya, throttle mengontrol rpm mesin dan perubahan rpm engine dengan pitch attitude pesawat. Satu-satunya instrumen yang dimiliki untuk menunjukkan output daya dari engine adalah tachometer.





Gambar 4. Fixed Pitch Propeller

Constant Speed Propeller memiliki banyak keuntungan dibandingkan fixed Pitch Propeller. Blade Constant Speed Propeller benar-benar memutar dalam hub propeller. Mereka memutar serempak sehingga ketika pitch satu blade berubah, pitch dari semua blade pun akan berubah. Tergantung pada aplikasinya, propeller dirancang dengan pengaturan low pitch bahwa ketika terpasang pada engine memungkinkan engine untuk mencapai kecepatan referensi sampai rpm maksimum yang pada pergantiannya memberikan nilai maksimum horse power. Ketika menggunakan daya pada saat takeoff, engine akan mempercepat sampai rpm maksimum, biasanya terjadi baik sebelum throttle digerakkan pada sepanjang jalan. Pada saat itu blade pada propeler mulai memutar peningkatan pitch angle. Seperti halnya airfoil yang dapat meningkatkan pitch, (angle-of-attach) meningkat dorong, (lift) yang meningkatkan drag, yang memperlambat rpm mesin. Sebuah alat pengukur digunakan untuk menyesuaikan pitch pada blade untuk menjaga mereka dari melebihi garis merah.
Setelah take-off dengan Constant Speed Propeller, akan terlihat kecepatan rpm propeller tetap sama selama climb. Alat ukur pada propeller menyesuaikan pitch pada propeller yang memungkinkan engine untuk mempertahankan kecepatan pada rpm maksimum. Karena rpm terukur dalam horse power maka maksimum horse power sepanjang climb mampu dipertahankan, sehingga menjaga pesawat dalam performa maksimal. Karena throttle tidak secara langsung mengendalikan rpm propeller, alat ukur yang dibutuhkan untuk menyediakan informasi tersebut adalah Manifold pressure (MP).

 
Gambar 5. Constant Speed Propeller

MP gauge digunakan untuk mengukur kondisi dalam intake manifold dari engine. Ketika engine tidak berjalan, dengan pesawat diam di ground/tanah pada permukaan laut, MP gauge akan menunjukkan tekanan permukaan laut atau sekitar 30 inci air raksa (Hg). Pada atmosfer secara terukur akan kehilangan sekitar 1 inci Hg untuk setiap ketinggian 1.000 ft, maka dapat diketahui ketika pesawat yang sama berada di bandara itu dengan ketinggian 5.000 kaki di atas permukaan laut maka MP Gauge akan menunjukkan 25 inci Hg. Jadi dengan kata lain biasanya engine pesawat tidak akan pernah mendapatkan tekanan manifol yang tinggi daripada saat berada di permukaan laut atau 30 inci Hg.




I.                   DAFTAR PUSTAKA
Ramblin, Jack. (2004). Aircraft Instruments – Engine Instruments.
      Diambil dari:
Diambil Tanggal: 30 Juni 2013.
Engel, Y.A., ST. (2013). RPP “11. Memahami Dasar Instrumen Pesawat Udara”. Jakarta: PPGT-SMK Kolaboratif, Universitas Negeri Jakarta.
FAA Handbook. (2012). Aviation Maintenance Technician Handbook – Airframe Volume 2. U.S. Departement of Transportation FAA Flight Standards Service.
Diberikan saat: Mata Kuliah “Sistem Pesawat Udara”
Diberikan pada: Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT) – SMK Kolaboratif STPI – UNJ, Curug, 2013.
Susantoputri, M.K. (2013).  Laporan Magang SMA Kristen KANAAN Tangerang. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana.
Wikipedia. (2013). Curtiss P-40 Warhawk.
Diambil Tanggal: 30 Juni 2013.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar